(1) <!--[endif]-->Semua orang mengakui bahwa semua agama mengajarkan kebenaran dan kebaikan. Namun, mengapa masih terjadi kejahatan yang dilakukan oleh orang yang mengaku dirinya beragama dan mengenal Tuhan dengan baik?

<!--[if !supportLists]-->(2) <!--[endif]-->Bukan hanya antar-agama, kejahatan juga dapat terjadi oleh umat dari agama yang sama. Perselisihan dapat terjadi oleh sesama orang Kristen, bahkan dari orang yang berasal dari jemaat. Bukan hanya itu, terjadinya di gereja, dan “disebabkan” oleh hal-hal yang memang adanya di gereja, misalnya perselisihan yang disebabkan oleh pelayanan jemaat. Mengapa hal ini masih bisa terjadi? 

<!--[if !supportLists]-->(3) <!--[endif]-->Sadrakh, Mesakh, dan Abednego (SMA) dan rasul Paulus menyikapi situasi sulit yang sedang mereka hadapi dengan hikmat yang datangnya dari Tuhan. Bagaimana caranya mendapatkan hikmat dari Tuhan, dan bagaimana pula membedakannya dengan hikmat lainnya?
-->

Sembah Tuhan Saja, Jangan yang Lain! Tuhan yang Mana?

Wednesday, 28 August 2013

Tobing.or.id, Andaliman-245 Khotbah 01 September 2013 Minggu-XIV setelah Trinitatis (Hanya Tuhan yang layak disembah/Berhikmat dalam menyaksikan karya Tuhan)

Sembah Tuhan Saja, Jangan yang Lain! Tuhan yang Mana?

Evangelium Daniel 3:13-18 

3:13 Sesudah itu Nebukadnezar memerintahkan dalam marahnya dan geramnya untuk membawa Sadrakh, Mesakh dan Abednego menghadap. Setelah orang-orang itu dibawa menghadap raja, 

3:14 berkatalah Nebukadnezar kepada mereka: "Apakah benar, hai Sadrakh, Mesakh dan Abednego, bahwa kamu tidak memuja dewaku dan tidak menyembah patung emas yang kudirikan itu?

3:15 Sekarang, jika kamu bersedia, demi kamu mendengar bunyi sangkakala, seruling, kecapi, rebab, gambus, serdam dan berbagai-bagai jenis bunyi-bunyian, sujudlah menyembah patung yang kubuat itu! Tetapi jika kamu tidak menyembah, kamu akan dicampakkan seketika itu juga ke dalam perapian yang menyala-nyala. Dan dewa manakah yang dapat melepaskan kamu dari dalam tanganku?" 

3:16 Lalu Sadrakh, Mesakh dan Abednego menjawab raja Nebukadnezar: "Tidak ada gunanya kami memberi jawab kepada tuanku dalam hal ini. 

3:17 Jika Allah kami yang kami puja sanggup melepaskan kami, maka Ia akan melepaskan kami dari perapian yang menyala-nyala itu, dan dari dalam tanganmu, ya raja; 

3:18 tetapi seandainya tidak, hendaklah tuanku mengetahui, ya raja, bahwa kami tidak akan memuja dewa tuanku, dan tidak akan menyembah patung emas yang tuanku dirikan itu."

Epistel Kisah 17:22-28

17:22 Paulus pergi berdiri di atas Areopagus dan berkata: "Hai orang-orang Atena, aku lihat, bahwa dalam segala hal kamu sangat beribadah kepada dewa-dewa. 

17:23 Sebab ketika aku berjalan-jalan di kotamu dan melihat-lihat barang-barang pujaanmu, aku menjumpai juga sebuah mezbah dengan tulisan: Kepada Allah yang tidak dikenal. Apa yang kamu sembah tanpa mengenalnya, itulah yang kuberitakan kepada kamu. 

17:24 Allah yang telah menjadikan bumi dan segala isinya, Ia, yang adalah Tuhan atas langit dan bumi, tidak diam dalam kuil-kuil buatan tangan manusia, 

17:25 dan juga tidak dilayani oleh tangan manusia, seolah-olah Ia kekurangan apa-apa, karena Dialah yang memberikan hidup dan nafas dan segala sesuatu kepada semua orang. 

17:26 Dari satu orang saja Ia telah menjadikan semua bangsa dan umat manusia untuk mendiami seluruh muka bumi dan Ia telah menentukan musim-musim bagi mereka dan batas-batas kediaman mereka, 

17:27 supaya mereka mencari Dia dan mudah-mudahan menjamah dan menemukan Dia, walaupun Ia tidak jauh dari kita masing-masing. 

17:28 Sebab di dalam Dia kita hidup, kita bergerak, kita ada, seperti yang telah juga dikatakan oleh pujangga-pujanggamu: Sebab kita ini dari keturunan Allah juga. 

Membaca dan mencari keterhubungan antara nas perikop Ev dan Ep Minggu ini, aku menemukan dua hal yang menarik. Yang pertama, sesembahan yang diperdebatkan oleh dua pihak yang bertentangan (Sadrakh, Mesakh, dan Abednego – selanjutnya akan disingkat dengan “SMA”- berhadapan dengan raja Nebukadnezar yang memercayai dewa-dewa, dan rasul Paulus yang berhadapan dengan penduduk Athena yang juga sangat mengakui eksistensi dewa-dewi dalam kehidupannya). Jika mau disederhanakan, terjadi dialog dari kubu yang sangat berbeda, yakni anak-anak Tuhan sebagai orang yang percaya Tuhan; dan orang-orang yang bukan orang-orang percaya kepada Tuhan.

Yang kedua adalah, cara berkomunikasi yang layak untuk ditiru. Pada Ev yang adalah bagian dari Perjanjian Lama diceritakan bagaimana SMA berdialog dalam mempersaksikan iman mereka kepada raja Nebukadnezar yang sangat mendewakan patung emas yang baru dibuatnya, sedangkan pada Ep yang adalah Perjanjian Baru diceritakan bagaimana Paulus juga mempersaksikan iman percayanya kepada Tuhan di hadapan orang-orang Athena yang sangat memahamu seni dan filsafat (yang seringkali dijadikan dasar bagi mereka untuk menganggap dirinya lebih tinggi kedudukannya dibandingkan orang-orang dari bangsa-bangsa lain). Nah, ini yang menarik.

Grup SMA dengan tegas menyatakan bahwa hanya Allah sajalah yang layak untuk disembah. Yang lain? Tidak sama sekali! Yang membuatku terharu adalah pada ayat-17 dan ayat-18 yang sangat memuliakan Tuhan yang jika disederhanakan akan berbunyi demikian: “Kami hanya mau menyembah Allah yang akan menolong kami membebaskan dari perapian ini. Namun, kalaupun kami tidak dibebaskan-Nya, tidak akan mengurangi iman percaya kami kepada-Nya.”. Hebat, ‘kan? Aku sudah ‘nggak ingat lagi kapan terakhir kali aku pernah menyatakan kesaksian iman yang seperti itu. “Aku berdoa kepada Tuhan yang akan mengabulkan permohonanku. Tapi, kalaupun tidak dikabulkan, aku tetap percaya dan mengandalkan Tuhan dalam hidupku …”. Alangkah indahnya kalau bisa menyikapi hidup dengan iman dan kepercayaan seperti ini, ya … 

Dengan penyampaian yang elegan, Nebukadnezar ‘nggak terkesan tersinggung, karena SMA menyampaikan pesannya dengan “apa adanya” (lugas, tidak dibungkus oleh apapun …). Walau tidak membatalkan niatnya untuk membakar hangus para pejuang iman tersebut, faktanya Tuhan kemudian mengirim malaikat untuk menyelamatkan mereka bertiga. Dan hal itu terlihat jelas oleh Nebukadnezar dengan pengakuan bahwa dia melihat ada orang ke-empat dalam luapan api yang menyala-nyala tersebut. Dan mereka berempat sama sekali ‘nggak terbakar yang kemudian membuat Nebukadnezar terheran-heran …

Hal yang mirip terjadi juga dengan Paulus dalam perjalanannya ke Athena, kota yang sangat maju pada zamannya dengan masyarakatnya yang sangat mengagungkan ciptaan berupa karya seni yang digunakan sebagai alat dalam memuja dewa-dewi yang mereka yakini eksistensinya dalam kehidupan mereka yang sejahtera. Di mana-mana terdapat patung dewa-dewi yang agung, yang dalam “keterpencilan” dirinya malah Paulus menemukan suatu jalan untuk menyampaikan ajaran tentang Tuhan: mezbah Aeropagus yang bertulisan ‘Kepada Allah yang tidak dikenal’. Inilah hebatnya Tuhan, selalu memunculkan jalan dalam segala keadaan, termasuk saat kesesakan. 

Paulus tidak menyalahkan dan menghinakan pemujaan dewa-dewi (siapa yang berani jadi orang minoritas melawan kekuatan mayoritas, ya?), namun menggunakan hal tersebut sebagai jalan dalam penyampaian maksudnya. Paulus mengakui kehebatan mereka, yang mengakui juga bahwa ada sebenarnya Oknum yang mereka hormati walau tidak mereka kenal. Mudah dipahami, bahwa dalam kemajuan seni dan pengetahuan bangsa Yunani saat itu, mereka “mentok” pada satu titik yang tidak menemukan jawaban yang pas, yang kemudian membawa mereka pada suatu pemikiran bahwa ada Sesuatu atau Seseorang yang maha dahsyat yang kemampuannya jauh di atas kemampuan mereka, bahkan dewa-dewi yang mereka sembah selama ini. Walau mereka ‘nggak tahu persisnya, tapi mereka mengakui keberadaannya. Penyebab utamanya kemungkinannya adalah tidak adanya jalan bagi mereka untuk menemukan dan mengenal Allah yang mereka maksudkan tersebut. 

Ini mengusikku. Aku sudah tahu dan sudah kenal Allah (yang ini memosisikan diriku sendiri berada di atas pengetahuan orang Yunani tersebut …), tapi pertanyaannya adalah: Allah yang bagaimanakah yang aku kenal selama ini? Sudah benarkah Allah yang aku kenal tersebut, dan benar-benar sudah kenalkah dengan Beliau? 

Ini membawaku pada suatu pengalaman seseorang yang sangat susah mengenal Allah karena dikenalkan pertama kali konsepsi ke-Tuhan-an dengan Tuhan yang adalah Allah Bapa. Hal ini menggiringnya kepada pengalaman buruknya hubungannya dengan bapaknya sendiri. Ternyata dia mengalami pahit dengan hubungannya terhadap bapaknya sehingga membentuk pemahaman dalam dirinya bahwa Allah Bapa adalah orang yang kejam, tidak mengasihi, suka menyakiti karena bapaknya pergi meninggalkan dia dan ibunya pada saat sangat dibutuhkan keberadaannya di tengah-tengah keluarga. Sebelum pergi meninggalkan mereka – entah ke mana – ayahnya adalah seorang yang seringkali memukulnya dan ibunya. Dengan pengalaman hidupnya kemudian dan bimbingan yang dilakukan dalam jangka waktu yang relatif lama, akhirnya dia bisa menerima konsep ke-Tuhan-an tentang Allah Bapa yang mengasihi dan selalu berlaku adil serta pema’af.

Demikian pulalah yang dilakukan oleh Paulus yang menggunakan konsepsi kedewaan, filsafat, kesusasteraan, dan pengetahuan yang dimiliki oleh orang Yunani, menggiring mereka untuk mengenal dan memahami Tuhan. Tuhan yang tidak dibuat oleh tangan manusia (seperti patung-patung), yang tidak dibatasi oleh ruang dan waktu (hanya berada di kuil-kuil dan ditentukan pengaruhnya berdasarkan kekunoannya), dan yang menjadikan langit dan bumi, dan segala sesuatu yang ada di dalamnya. Dia-lah yang berkuasa atas segala sesuatu. 

Tantangan/Bekal Bagi (Warga) Jemaat/Referensi 

Kita adalah penyembah Tuhan. Sudah pastilah ‘nggak ada seorang pun yang mau dianggap sebagai orang yang tidak beragama. Apalagi yang tidak ber-Tuhan, ya? Tapi, Tuhan yang bagaimanakah yang kita sudah (anggap) kenal selama ini? Dari sejak lahir sampai detik ini? Banyak orang yang mengatakan dirinya mengenal Tuhan dan sangat dekat dengan Tuhan, namun tidak yakin apakah Tuhan yang disembah tersebut adalah Tuhan yang benar.

Lihat saja kekacauan yang banyak terjadi di republik ini. Korupsi, manipulasi, pembunuhan, pemerkosaan, apakah semuanya bukan dilakukan oleh orang beragama yang mengenal Tuhan? Bahkan seringkali pelakunya adalah orang-orang yang (terkesan, mengesankan, dikesankan) sangat mengenal Tuhan, bahkan ada pula yang mengklaim dirinya sebagai “pembela” Tuhan. Bagaimana mungkin seorang yang dekat dengan Tuhan namun melakukan tindakan yang tidak disukai Tuhan? Kembali ke pertanyaannya: Tuhan yang mana, dan Tuhan yang bagaimanakah yang mereka kenal? 

Pengenalan dan pemahaman akan Tuhan sangat dipengaruhi oleh pengalaman akan Tuhan. Oleh sebab itu, alamilah Tuhan dalam kehidupan. Caranya adalah dengan mengenal-Nya melalui firman-Nya, dan melakukan firman tersebut untuk mendapatkan pengalaman bersama-Nya dalam kehidupan. Dengan mengenal-Nya melalui firman-Nya, kita akan bertemu dengan Tuhan yang sesungguhnya.

Jangan lupa juga, ada kalanya hal-hal yang sekilas seakan menjauhkan kita dari Tuhan – misalnya Paulus yang dikelilingi oleh dewa-dewi orang Yunani, dan SMA yang dikelilingi oleh orang-orang yang percaya dewa seperti Nebukadnezar dan punggawa-punggawanya – namun ternyata malah bisa membawa kita mendekat kepada Tuhan seperti yang juga dilakukan dan dialami oleh Paulus dan SMA sebagaimana dikisahkan dalam nas perikop Ev dan Ep Minggu ini. Caranya adalah dengan berhikmat atas apa yang sedang dihadapi tersebut. Dengan hikmat yang datangnya dari Tuhan kita akan dimampukan untuk melihat peluang (sekecil apapun itu!) yang kemudian menghasilkan hal-hal yang besar. 

Sebaliknya, dari hal-hal yang mengesankan dekat kepada Tuhan – misalnya kehidupan pelayanan kita di gereja yang sangat aktif dan intensif, para pelayan yang sangat mendedikasikan hidupnya bagi gereja – malah kemudian menjauhkan kita dari pada-Nya. Untuk ini, kita harus waspada karena iblis ‘nggak pernah mau berhenti menggoda orang-orang percaya dengan berbagai cara yang semakin sulit dibedakan, karena dia punya kemampuan berkamuflase sehingga “menyerupai malaikat terang”. 

Pertanyaan untuk Diskusi:

<!--[if !supportLists]-->(1) <!--[endif]-->Semua orang mengakui bahwa semua agama mengajarkan kebenaran dan kebaikan. Namun, mengapa masih terjadi kejahatan yang dilakukan oleh orang yang mengaku dirinya beragama dan mengenal Tuhan dengan baik?

<!--[if !supportLists]-->(2) <!--[endif]-->Bukan hanya antar-agama, kejahatan juga dapat terjadi oleh umat dari agama yang sama. Perselisihan dapat terjadi oleh sesama orang Kristen, bahkan dari orang yang berasal dari jemaat. Bukan hanya itu, terjadinya di gereja, dan “disebabkan” oleh hal-hal yang memang adanya di gereja, misalnya perselisihan yang disebabkan oleh pelayanan jemaat. Mengapa hal ini masih bisa terjadi? 

<!--[if !supportLists]-->(3) <!--[endif]-->Sadrakh, Mesakh, dan Abednego (SMA) dan rasul Paulus menyikapi situasi sulit yang sedang mereka hadapi dengan hikmat yang datangnya dari Tuhan. Bagaimana caranya mendapatkan hikmat dari Tuhan, dan bagaimana pula membedakannya dengan hikmat lainnya?