Mind of Strategist, Sense of Marketer

Tuesday, 30 September 2008

Tobing.or.id, JUDUL tulisan ini memang terinspirasi dari judul bukunya Kenichi Ohmae, The Mind of the Strategist. Karena bukunya ini, Ohmae kemudian dijuluki sebagai “Mr. Strategy”. Oleh suratkabar Financial Times ia disebut sebagai “Japan’s only management guru.” Majalah The Economist juga memilihnya sebagai salah satu dari lima management guru di dunia. Saya sendiri merasa mendapat kehormatan yang besar bisa bersama-sama tokoh sekaliber Ohmae ini masuk dalam daftar “50 Gurus who Have Shaped the Future of Marketing” dari The Chartered Institute of Marketing – United Kingdom (CIM-UK). Hanya saya dan Ohmae yang berasal dari Asia dalam daftar yang dikeluarkan oleh institusi yang cukup konservatif tersebut. Ohmae ini memang salah seorang pemikir yang saya kagumi dari dulu. Dia bukan cuma teoritisi dan peneliti, tapi juga menjadi konsultan di McKinsey selama 23 tahun. Pengalaman menangani ratusan perusahaan dari berbagai industri ini memberikannya pengetahuan yang dalam dan luas. Ohmae bukan hanya berkecimpung di dunia bisnis. Ia juga merupakan pendiri dari “Reform of Heisei”, sebuah gerakan sosial-politik untuk mendukung reformasi sistem politik dan administrasi di Jepang. Karena itu tak heran jika Ohmae sering diminta pendapatnya oleh pimpinan pemerintahan di berbagai negara, termasuk oleh Dr. Mahathir Mohammad ketika masih menjadi Perdana Menteri Malaysia. Yang menarik, Ohmae ini sebenarnya tidak memiliki latar pendidikan ekonomi atau bisnis. Ia memiliki gelar PhD dalam bidang rekayasa nuklir dari Massachusetts Institute of Technology (MIT). Karena itu, sebelum bergabung dengan McKinsey, Ohmae sempat bekerja di Hitachi sebagai Senior Design Engineer pada salah satu prototipe reaktor nuklir di Jepang. Ohmae ini juga termasuk penulis yang berpengaruh. Saya sangat kagum pada masterpiece-nya yang pertama tadi, The Mind of the Strategist. Dalam buku itu, Ohmae memaparkan bahwa dalam menyusun strategi bisnis, ada tiga pemain utama yang harus diperhitungkan, yaitu: Company, Customer, dan Competition atau 3C. Hanya dengan mengintegrasikan 3C ini maka sebuah perusahaan dapat mempertahankan keunggulan kompetitifnya. Pada dasarnya, model 3C ini merupakan kerangka untuk menganalisis lanskap bisnis dari sebuah perusahaan. Setelah buku tadi, lahir lagi buku klasik lainnya dari Ohmae, The Borderless World. Di buku ini Ohmae menguraikan tentang adanya saling keterkaitan antara ekonomi yang ada di berbagai negara. Batasan-batasan negara menjadi kurang relevan lagi. Perusahaan-perusahaan multinasional bisa berkembang semakin besar karena melayani permintaan konsumen di seluruh penjuru dunia. Nah, setelah membaca The Borderless World inilah saya jadi punya ide untuk menambahkan C yang keempat, Change. Maka, akhirnya jadilah model 4C yang menjadi landasan untuk menganalisis lanskap bisnis yang saya gunakan sampai sekarang. Model 4C ini juga pada akhirnya bisa diterima oleh Philip Kotler dan selalu jadi dasar dari berbagai buku yang saya tulis, baik yang berbahasa Indonesia maupun yang berbahasa Inggris. Change ini memang perlu diperhatikan. Tiap perusahaan harus punya sense tentang perubahan eksternal apa yang akan terjadi berdasarkan 5 elemen Change: Teknologi, Politik-Legal, Sosial-Budaya, Ekonomi, dan Market. Hal ini harus dilakukan supaya strategi yang dibuat bersifat future-oriented. Kalau strategi yang dibuat tidak memperhatikan perubahan eksternal ini dan hanya berdasarkan faktor-faktor internal perusahaan, strategi itu justru akan membelenggu organisasi perusahaan itu untuk berubah di masa depan. Jack Welch adalah contoh sempurna dari sosok “Mind of Strategist, Sense of Marketer”. Ia sudah melakukan transformasi setelah merasakan sesuatu yang tidak beres. Welch tidak menunggu terjadinya krisis terlebih dahulu. Ia langsung melakukan “creative destruction” agar GE bisa bertahan dan semakin berkembang. Tidak seperti IBM yang terlanjur mengalami krisis. Walaupun akhirnya berhasil diselamatkan oleh Lou Gerstner, kerugian yang dialami IBM sudah terlanjur sangat besar. Sementara Andy Grove dari Intel bisa dibilang juga merupakan sosok “Mind of Strategist, Sense of Marketer”. Walaupun mungkin sense-nya tidak sekuat Jack Welch, Grove sudah bisa melakukan transformasi bisnis Intel dari memory ke mikroprosesor. Jadi, dalam era New Wave Marketing ini, kemampuan kita menganalisis lanskap bisnis yang terdiri dari 4C (Change, Competitor, Customer, Company) akan menentukan langkah kita selanjutnya. Kalau tidak cermat, hampir bisa dipastikan penyusunan strategi bisnis kita nantinya juga akan keliru. Karena itulah, kita harus punya “Mind of Strategist, Sense of Marketer”.